TOTOK WIJAYANTOWakil
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Max Sopacua (depan) hadir di Pengadilan
Khusus Tipikor, Jakarta untuk menjadi saksi dalam sidang dengan terdakwa
mantan Sekjen Kementerian Kesehatan Sjafii Ahmad, Senin (10/1/2011).
Sjafii diduga terlibat dalam korupsi pengadaan alat kesehatan tahun 2007
yang merugikan negara hingga Rp 9,4 miliar. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
JAKARTA, KOMPAS.com — Tim jaksa penuntut
umum Komisi Pemberantasan Korupsi meminta majelis hakim Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Jakarta memanggil paksa anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Max Sopacua untuk bersaksi dalam persidangan kasus dugaan suap
kepengurusan anggaran Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian
Pemuda dan Olahraga dengan terdakwa Angelina Sondakh. Max sudah dua kali tidak memenuhi panggilan persidangan.
Hal itu disampaikan jaksa Kiki Ahmad Yani dalam persidangan
di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (23/11/2012). Jaksa
juga meminta hakim mengeluarkan ketetapan pengadilan untuk memanggil
mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan wartawan Kantor Berita Antara bernama Jefri Manuel Rawis. Adapun Nazaruddin dua kali tidak memenuhi panggilan persidangan, demikian juga dengan Jefri.
"Terkait saksi yang ingin kami hadirkan pertama, Max
Sopacua, sudah dua kali panggilan tidak hadir, kemudian Nazar dan Jefri.
Mengingat masa penahanan tidak terlalu lama lagi, kami mohon majelis
dapat mengeluarkan penetapan agar mereka dapat dihadirkan,” kata jaksa
Kiki.
Menanggapi permintaan jaksa tersebut, tim pengacara
Angelina mengamini. Salah satu pengacara Angelina, Tengku Nasrullah,
berharap tim jaksa KPK menggunakan segala daya dan upaya untuk
menghadirkan pihak-pihak yang bersangkutan. "Kami berharap dalam
persidangan ini, demi kebenaran materiil, terutama saksi Jefri, kami
harap penuntut umum berkenan menggunakan segala daya dan upaya,” ujar
Nasrullah.
Atas permohonan jaksa dan pengacara ini, ketua majelis
hakim Sudjatmiko memerintahkan jaksa untuk semaksimal mungkin
menghadirkan para saksi. Sudjatmiko menilai, hakim tidak perlu
mengeluarkan ketetapan pengadilan. "Sebetulnya, upaya paksa menghadirkan
itu kalaupun hakim memerintahkan, tetap juga saudara pelaksananya.
Dalam hal ini tanpa ada dari majelis, tanpa ada upaya paksa pun bisa
usahakan semaksimal mungkin untuk dihadirkan,” kata Sudjatmiko.
Dalam proses penyidikan di KPK, Max pernah diperiksa sebagai saksi untuk Angelina.
Saat itu, Max mengaku dimintai keterangan sebagai anggota tim pencari
fakta (TPF) Partai Demokrat yang disebut Nazaruddin mengetahui aliran
dana proyek wisma atlet ke sejumlah kader Partai Demokrat, termasuk ke
Angelina. Max sendiri mengaku tidak hadir dalam pertemuan TPF di DPR
beberapa waktu lalu.
Selain Max, KPK sudah memeriksa politikus Partai Demokrat,
Eddy Sitanggang, yang juga ikut dalam pertemuan TPF. Eddy juga telah
bersaksi dalam persidangan Angelina di Pengadilan Tipikor. Saat
bersaksi, Eddy membenarkan kalau Nazaruddin mengungkapkan aliran dana
wisma atlet dalam pertemuan TPF. Menurut Nazaruddin, Angelina ikut
menerima uang wisma atlet.
Sebelumnya, Nazaruddin mengatakan kalau TPF tahu persis
soal aliran dana ke DPR terkait proyek wisma atlet. Menurut Nazaruddin,
di hadapan TPF, Angelina menjelaskan pembagian uang Rp 9 miliar yang
masuk ke dewan. Dari Rp 9 miliar tersebut, kata Nazaruddin, Angelina
mendapat jatah Rp 1,5 miliar.
"Uangnya
datang Rp 9 miliar itu dari dia (Angelina) sama Wayan Koster, diserahkan
ke Mirwan Amir, jelaskan ke Anas Rp 2 miliar. Dia (Angelina) cuma
nikmatin Rp 1,5 miliar. Rp 1,5 miliar ke pimpinan lain, ke ketua
fraksi," kata Nazaruddin beberapa waktu lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar